Persib Pembawa Sial

Senin, 11 Februari 2013
 
Muhammad Ilham hebat di Persija. Tapi tidak di Persib!

Musim lalu Ilham masih bersama Macan Kemayoran. Melihatnya membawa dan mengiring bola, kita akan menganggap kemampuannya itu di atas rata-rata. Persija beruntung memiliki pemain sayap ini. Pada akhir musim tim asuhan Rahmad Darmawan pun berhasil menempati posisi tiga klasemen akhir.

Entah mengapa Persija kemudian menjualnya. Apakah itu Persija yang asli atau bukan, yang pasti ini jelas kerugian. Apalagi dia memilih hijrah ke klub kebanggaan urang Bandung. Bersama pemain–pemain Persija lain seperti Tony Sucipto, Aliyudin, dan M Nasuha, lengkaplah kini aroma Tim Oranye di Maung Bandung.



Tentu saja kita agak bingung eksodus besar-besaran ini. Bagaimanapun, Persija dan Persib itu musuh bebuyutan. Kedua supporter tidak akur. Bobotoh sering menyayikan lagu-lagu ejekan buat supporter Persija. Begitu pun sebaliknya.

Di liga-liga Eropa, perpindahan pemain ke klub musuh bebuyutan sangat diharamkan. Malah ini menjadi semacam kontrak tak tertulis. Pemain yang mengkhianatinya akan menjadi musuh bagi suporter.
Tapi inilah liga Indonesia. Kita pun menyaksikan betapa mudahnya pemain Persebaya pindah ke Arema. Begitupula pemain Arema tidak segan-segan hengkang ke Persib. Inilah keunikan liga Indonesia. Para pemain pun tidak punya rasa penyesalan sedikitpun atas keputusan mereka.

Muhammad Ilham juga begitu. Tapi kelemahan dari situasi ini adalah kurangnya militansi si pemain. Entah ada hubungan atau tidak, musim ini Ilham bermain di bawah standar. Tidak ada lagi gocekan-gocekan maut seperti yang diperagakannya di Persija atau Timnas Indonesia. Sang pemain seolah kehilangan gairah.
Boleh jadi ini juga strategi dari pelatih. Drago Mamic sang pelatih Persib mungkin mengintrsuksikan Ilahm untuk membuang egonya. Gaya bermain seperti itu dirasa membuang-buang waktu dan tenaga. Apalagi jika tidak bermanfaat sama sekali. Padahal bagi penonton, skil-skil seperti itu jelas menghibur.

Tapi apapun keadannya, tampak kini Persib pun tidak diuntungkan. Dalam dua pertandingan terakhir, Maung Bandung menderita kekelahan. Dua-duanya dari tim asal Kalimantan, Mitra Kukar dan Persisam Samarinda. Lebih tragis lagi, pertandingan melawan Persisam kemarin membawa petaka. Dua pemain Persib mendapatkan kartu merah yaitu Moses dan Muhammad Ilham.

Persib harus meratapi nasib. Musim ini tampaknya masyarakat Bandung kembali bermimpi menjadi juara di kasta tertinggi liga Indonesia---meski liga illegal. Persib kembali gagal meski di awal musim sudah jor-joran membeli pemain bintang. Plus mendatangkan pelatih yang sarat pengalaman.

Andai nanti Persib tidak juara, mungkin manajemenlah yang patut disalahkan, bukan wasit. Lihatlah, di saat mereka membutuhkan penyerang yang hebat, mantan pemain Persib justru tampil hebat. Siapa lagi kalau bukan Hilton Moreira.

Hilton sedang kesatanan. Namanya bercokol di puncak daftar pencetak gol. Dari delapan laga, Hilton sudah menyarangkan delapan gol. Itu artinya, rataan golnya satu tiap pertandingan. Luar biasa!

Sekiranya Sriwijaya FC nanti juara---tergantung apakah kompetisi bisa mencapai akhir---Persib harus menyesal. Barangkali yang membuat pemain tampil buruk di Persib bukanlah karena sang pemain tak berkualitas. Tapi mungkin saja karena Persib memang pembawa sial. Pemain menjadi jelek penampilannya di klub ini. Padahal pemain-pemain itu punya nama besar di sepak bola Indonesia.

Tapi mengapa Persib bisa begitu? Barangkali ini ada kaitan dengan tabiat pengurus Persib sendiri. Tengoklah, begitu mudahnya dulu Persib mengatakan akan tampil di IPL. Tapi setelah beberapa hari, sikapnya berbelok dan memilih ISL dengan alasan dibikin-bikin. Padahal PSSI jelas menaruh harap pada Persib sehingga dipercaya tampil perdana.

Ini mungkin semacam hukuman. Inkonsistensi pemain Persib adalah cermin dari pengurusnya yang juga plin-plan.

0 komentar:

Posting Komentar