Muhammad Ilham hebat di Persija. Tapi tidak di Persib!
Musim lalu Ilham masih bersama Macan
Kemayoran. Melihatnya membawa dan mengiring bola, kita akan menganggap
kemampuannya itu di atas rata-rata. Persija beruntung memiliki pemain
sayap ini. Pada akhir musim tim asuhan Rahmad Darmawan pun berhasil
menempati posisi tiga klasemen akhir.
Entah mengapa Persija kemudian
menjualnya. Apakah itu Persija yang asli atau bukan, yang pasti ini
jelas kerugian. Apalagi dia memilih hijrah ke klub kebanggaan urang
Bandung. Bersama pemain–pemain Persija lain seperti Tony Sucipto,
Aliyudin, dan M Nasuha, lengkaplah kini aroma Tim Oranye di Maung
Bandung.
Tentu saja kita agak bingung eksodus
besar-besaran ini. Bagaimanapun, Persija dan Persib itu musuh bebuyutan.
Kedua supporter tidak akur. Bobotoh sering menyayikan lagu-lagu ejekan
buat supporter Persija. Begitu pun sebaliknya.
Di liga-liga Eropa, perpindahan pemain
ke klub musuh bebuyutan sangat diharamkan. Malah ini menjadi semacam
kontrak tak tertulis. Pemain yang mengkhianatinya akan menjadi musuh
bagi suporter.
Tapi inilah liga Indonesia. Kita pun
menyaksikan betapa mudahnya pemain Persebaya pindah ke Arema. Begitupula
pemain Arema tidak segan-segan hengkang ke Persib. Inilah keunikan liga
Indonesia. Para pemain pun tidak punya rasa penyesalan sedikitpun atas
keputusan mereka.
Muhammad Ilham juga begitu. Tapi
kelemahan dari situasi ini adalah kurangnya militansi si pemain. Entah
ada hubungan atau tidak, musim ini Ilham bermain di bawah standar. Tidak
ada lagi gocekan-gocekan maut seperti yang diperagakannya di Persija
atau Timnas Indonesia. Sang pemain seolah kehilangan gairah.
Boleh jadi ini juga strategi dari
pelatih. Drago Mamic sang pelatih Persib mungkin mengintrsuksikan Ilahm
untuk membuang egonya. Gaya bermain seperti itu dirasa membuang-buang
waktu dan tenaga. Apalagi jika tidak bermanfaat sama sekali. Padahal
bagi penonton, skil-skil seperti itu jelas menghibur.
Tapi apapun keadannya, tampak kini
Persib pun tidak diuntungkan. Dalam dua pertandingan terakhir, Maung
Bandung menderita kekelahan. Dua-duanya dari tim asal Kalimantan, Mitra
Kukar dan Persisam Samarinda. Lebih tragis lagi, pertandingan melawan
Persisam kemarin membawa petaka. Dua pemain Persib mendapatkan kartu
merah yaitu Moses dan Muhammad Ilham.
Persib harus meratapi nasib. Musim
ini tampaknya masyarakat Bandung kembali bermimpi menjadi juara di kasta
tertinggi liga Indonesia---meski liga illegal. Persib kembali gagal
meski di awal musim sudah jor-joran membeli pemain bintang. Plus
mendatangkan pelatih yang sarat pengalaman.
Andai nanti Persib tidak juara,
mungkin manajemenlah yang patut disalahkan, bukan wasit. Lihatlah, di
saat mereka membutuhkan penyerang yang hebat, mantan pemain Persib
justru tampil hebat. Siapa lagi kalau bukan Hilton Moreira.
Hilton sedang kesatanan. Namanya
bercokol di puncak daftar pencetak gol. Dari delapan laga, Hilton sudah
menyarangkan delapan gol. Itu artinya, rataan golnya satu tiap
pertandingan. Luar biasa!
Sekiranya Sriwijaya FC nanti
juara---tergantung apakah kompetisi bisa mencapai akhir---Persib harus
menyesal. Barangkali yang membuat pemain tampil buruk di Persib bukanlah
karena sang pemain tak berkualitas. Tapi mungkin saja karena Persib
memang pembawa sial. Pemain menjadi jelek penampilannya di klub ini.
Padahal pemain-pemain itu punya nama besar di sepak bola Indonesia.
Tapi mengapa Persib bisa begitu?
Barangkali ini ada kaitan dengan tabiat pengurus Persib sendiri.
Tengoklah, begitu mudahnya dulu Persib mengatakan akan tampil di IPL.
Tapi setelah beberapa hari, sikapnya berbelok dan memilih ISL dengan
alasan dibikin-bikin. Padahal PSSI jelas menaruh harap pada Persib
sehingga dipercaya tampil perdana.
Ini mungkin semacam hukuman. Inkonsistensi pemain Persib adalah cermin dari pengurusnya yang juga plin-plan.